Analisa Sistem Pemerintahan Adat Suku Baduy Melalui Teori Birokrasi
Latar Belakang
Suku Baduy dianggap juga sebagai bagian dari suku sunda, karena sebagian
besar bahasanya sama dengan kebudayaan sunda. Masyarakat Baduy sendiri terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Baduy dalam yang disebut juga Urang Kajeroan,
dan kelompok Baduy luar, yang disebut juga Urang Kaluaran atau Panamping Kampung
Orang Baduy dalam hanya ada tiga buah dan semuanya terletak di wilayah tanah
adat yang mereka sebut sebagai taneuh larangan ( tanah larangan ), yaitu
kampung cikeusik, Citakawarna, dan Cibeo. Kelompok kaluaran mendiami
kampung-kampung yang berada diluar tanah larangan, seperti Cibengkung,
Kaduketug, dan Curugesor ( Zulyani Hidayah, Ensikopledi Suku Bangsa Di
Indonesia )[1].
Wilayah masyarakat baduy terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidanar, Kabupaten
Rangkasbitung, Provinsi Jawa Barat.
Dalam Sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010,
Suku Baduy dikategorikan dalam kelompok suku asal Banten yang berjumlah 4.657784 juta jiwa. Khusus untuk suku baduy dalam sendiri, berjumlah 1200 jiwa.
Untuk mengetahui jumlah penduduk, suku baduy dalam mengadakan sensus penduduk,
mirip seperti yang diadakan oleh Badan Pusat Statistik. Perbedaannya adalah,
jika Badan Pusat Statistik mengadakan sensus penduduk 10 tahun sekali, Suku
Baduy mengadakan Sensus penduduk 2 kali dalam setahun ( kompas.com)[2].
Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah berladang dan menanam padi. Berladang
juga dipandang merupakan kewajiban pokok bagi setiap warga Baduy dan tidak
boleh ditinggalkan mengingat ngahuma (berladang) juga merupakan salah
satu acara ritual adat setara dengan bentuk ibadah sesuai dengan keyakinan
Ajaran Sunda Wiwitan. Lereng bukit dimanfaatkan sebagai ladang kebun dan kebun
campuran. Mata pencaharian lainnya adalah nyadap kawung (air nira) yang
kemudian mereka olah menjadi gula merah/gula kawung murni, menjual hasil bumi
berupa buah-buahan seperti durian, pisang, buah ranji, lada khusus Baduy, madu,
coklat, dan lain-lain ( Ade Luqman Hakim, Suku Baduy )[3].
Pemimpin masyarakat suku baduy secara adat dan spiritual adalah seorang
Pu’un yang berkedudukan di wilayah Kajeoran,atau wilayah baduy dalam . Dalam
berpakaian mereka memiliki ciri berwarna putih alami dan biru tua serta memakai
ikat kepala putih. Masing-masing kampung dipimpin oleh seorang kepala
yang disebut dengan Kolot. Daerah Baduy luar atau panamping terdiri atas 39
buah kampung atau Babakan ( Kelompok Perumahan), masing-masing juga dipimpin
kolot atau kokolot (Zulyani Hidayah, Ensikopledi Suku Bangsa Di Indonesia)[4]
. Semuanya tunduk pada kepemimpinan Pu’un. Pu’un adalah pemimpin tertinggi
dalam sistem adat suku baduy. Jabatan Puun
ini berlangsung secara turun temurun, meskipun tidak otomatis dari
bapak ke anak, tetapi bisa ke saudara Pu’un lainnya yang dianggap memiliki
kemampuan untuk menjadi pemimpin.Tidak ada batasan waktu bagi Puun untuk
menjabat sebagai pimpinan tertinggi masyarakat Baduy, hanya didasarkan pada
batas kemampuannya untuk memimpin. Dalam melaksanakan kepemimpinannya, seorang
Pu’un dibantu oleh beberapa orang tangan kanan yang disebut dengan seurat dan
memiliki penasehat yang disebut dengan Baresan (Ade Luqman Hakim, Suku Baduy) .
Untuk urusan perkawinan , keamanan , dan kematian warga Pu’un dibantu oleh
girang seurat atau jaro tangtu. Untuk kesehatan dan kepala dukun yang ada di
wilayah Baduy diurus oleh Tangkesan. Orang menjabat tangkesan
haruslah seorang cendikia dan menguasai ilmu obat-obatan dan juga pandai
meramal masa depan. Tangkesan juga terlibat di dalam penentuan pemilihan Puun
yang tepat dan juga sebagai penasehat Puun (Ade Luqman Hakim, Suku Baduy).
Orang Baduy menganut agama yang mereka sebut Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan
adalah kepercayaan yang mengakui agama islam, tetapi tidak melaksanakan ibadah
wajib umat islam, yaitu sholat lima waktu. tetapi puasa tetap dilakukan. Ajaran Sunda Wiwitan tidak memiliki kitab khusus seperti agama lain.
Sebaliknya, Suku Baduy tetap menjalankan kepercayaan dan memegang teguh adat
istiadat aslinya. Suku Baduy memuja Batara Tujuh dan roh kakek moyang yang
mereka sebut karuhun atau wangatua atau paramunggu. (Zulyani Hidayah,
Ensikopledi Suku Bangsa Di Indonesia)[5].
Dengan sistem kepemimpinan,adat istiadat, dan perbedaan yang terdapat
diantara baduy luar dan baduy dalam, bagaimanakah proses pembagian tugas, dan
pemilihan para pembantu Pu,un ( Pemimpin tertinggi ) dan jalannya pemerintahan
Adat Baduy ? .
Pembahasan
Gambar diatas adalah gambar struktur pemerintahan suku baduy. Pu’un sebagai
pemimpin tertinggi, dibantu oleh Jaro Tangtu dan Girang Seurat. Seperti yang
sudah dijelaskan di atas, Jabatan Puun
ini berlangsung secara turun temurun, meskipun tidak otomatis dari
bapak ke anak, tetapi bisa ke saudara Pu’un lainnya yang dianggap memiliki
kemampuan untuk menjadi pemimpin.Tidak ada batasan waktu bagi Puun untuk
menjabat sebagai pimpinan tertinggi masyarakat Baduy, hanya didasarkan pada
batas kemampuannya untuk memimpin. Sebagai pelaksana sehari-hari dalam sistem
adat dilaksanakan oleh Jaro Tangtu di masing-masing kampung di Baduy
Dalam, sedangkan untuk kampung-kampung di Baduy Luar dipimpin oleh Jaro .
Jaro dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro
tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan
hukum adat pada warga tangtu dan
berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan
leluhur yang ada di dalam dan di
luar Kanekes Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah
nasional, yang dalam tugasnya dibantu
oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampong (Suparmini, dkk, Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berdasarkan
Kearifan Lokal ) . Urusan puun lebih banyak
untuk dunia gaib, sedangkan Jaro Tungtu lebih banyak pada urusan duniawi (Ade
Luqman Hakim, Suku Baduy).
Jika dikaitkan dengan teori birokrasi, ada tiga hal yang akan dianalisa
dari sistem pemerintahan baduy. Tiga hal tersebut adalah prinsip otoritas,
prinsip spesialisasi, dan prinsip tuntutan aturan. Apa itu teori birokrasi?.
Teori birokrasi adalah gagasan yang dikembangkan oleh Max Weber pada awal abad
ke 20. Teori- teori Weber juga memberikan sebuah kerangka kerja untuk pandangan
tradisional tentang susunan organisasi sebagai hierarki dan diatur oleh aturan.
Mirip seperti sistem pemerintahan Suku Baduy, dimana suku baduy memiliki
peraturan dalam menjalankan pemerintahannya dan juga memiliki aturan untuk
memilih pemimpin tertinggi dan suku baduy harus mentaati apa-apa yang sudah
ditetapkan oleh pemerintahan adat Baduy. Berikut ini adalah penjelasan dari Prinsip otoritas, prinsip spesialisasi, dan prinsip tuntunan aturan :
Prinsip Otoritas
Otoritas hadir bersamaan dengan kekuasaan, tetapi dalam organisasi,
otoritas harus “ sah “ atau disahkan secara formal oleh organisasi. Keefektifan
organisasi bergantung pada tingkatan yang memberikan manajemen kekuasaan resmi
( legitimate power) oleh organisasi.
Organisasi didirikan sebagai sebuah sistem rasional oleh kekuatan aturan yang
menjadikannya semacam otoritas rasional resmi (Stephe W.Little John dan Karen A. Foss)[6].Cara
terbaik untuk mengorganisir otoritas yang rasional menurut Weber, adalah dengan
hierarki. Hierarki dijelaskan oleh regulasi di dalam organisasi tersebut.
Setiap lapisan manajemen memliliki otoritas resminya, dan hanya kepala
organisasi yang memiliki otoritas penuh. Sama halnya seperti suku Baduy, Suku
Baduy memiliki struktur organisasi dan sistem pemilihan pemimpin suku tertinggi
( Pu’un ), walapun Pu’un dipilih berdasarkan hasil musyawarah lembaga adat,
yang mempunyai otoritas penuh tetaplah Pu’un, bukan lembaga adat yang memilih
Pu’un.
Prinsip
Spesialisasi
Prinsip spesialisasi adalah pembagian pekerjaan menurut keahlian. Untuk
membantu pekerjaan Pu,un, Pu,un memilih para jajaran pembantunya sesuai
keahlian si pembantu Pu,un. Contohnya adalah pemilihan Tangkesan. Orang
menjabat tangkesan haruslah seorang cendikia dan menguasai ilmu obat-obatan dan
juga pandai meramal masa depan.
Keahlian seorang tangkesan sangat diperlukan, karena tangkesan adalah orang
yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah Baduy dan pemilihan
pemimpin adat di masa depan serta berperan
sebagai penasehat Puun (Ade Luqman Hakim, Suku Baduy).
Prinsip Tuntunan
Aturan
Apa
yang membuat koordinasi organisasi menjadi mungkin adalah implementasi regulasi
yang mengatur setiap orang. Segala
gerak laku masyarakat Baduy harus
berpedoman kepada buyut yang telah ditentukan dalam bentuk pikukuh karuhun. Seseorang tidak berhak dan
tidak berkuasa untuk melanggar dan
mengubah tatanan kehidupan yang telah ada dan sudah berlaku turun menurun. Pikukuh itu harus ditaati oleh
masyarakat Baduy dan masyarakat luar
yang sedang berkunjung ke Baduy.(
Suparmini, dkk, Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berdasarkan Kearifan
Lokal )[7].
Ketentuan-ketentuan itu diantaranya adalah :
1) Dilarang masuk hutan larangan (leuweung kolot)
untuk menebang pohon, membuka ladang
atau mengambil hasil hutan lainnya.
2) Dilarang menebang sembarangan jenis tanaman, misalnya
pohon buah-buahan, dan jenis-jenis
tertentu.
3) Dilarang menggunakan teknologi kimia, misalnya menggunakan
pupuk, dan obat pemberantas hama
penyakit dan menuba atau meracuni ikan.
4) Berladang harus sesuai dengan ketentuan
adat.
Buyut dan pikukuh karuhun
dilafalkan dangan bahasa sunda kolot dalam bentuk ujaran yang akan disampaikan
pada saat upacara-upacara adat atau akan diceritakan oleh orang tua kepada
anak-anaknya.Ujaran-ujaran itu dianggap sebagai prinsip hidup masyarakat Baduy.
Aturan ini tentunya dibuat untuk mempertahankan dan melaksanakan tradisi nenek
moyang atau leluhurnya.
Kesimpulan
Dengan sistem
pemerintahannya, suku baduy berusaha dengan keras untuk tetap mempertahankan kebudayaan
nenek moyang. Hal itu bisa dilihat dari peran Pu’un yang bukan hanya sekedar
pemimpin, tetapi Pu’un juga bertanggung jawab atas wewenang yang dipercayakan
kepadanya.
Daftar Sumber :
Hidayah, Zulyani. 2015. Ensiklopedi
Suku Bangsa Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pusat Obor Indonesia. Halaman
45.
Hidayah, Zulyani. 2015. Ensiklopedi
Suku Bangsa Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pusat Obor Indonesia. Halaman
46.
Hakim, Ade Lukman. Tanpa tahun. Suku Baduy.Tanpa Tahun. Diunduh dari http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/40635193/Suku_Baduy_2.pdf
pada tanggal 08 Juli 2017.
http://regional.kompas.com/read/2014/05/16/1546202/Ini.Keunikan.Sensus.Penduduk.Suku.Baduy.Dalam. Diakses pada tangga 07 Juli 2017 jam 18.56
Suparmin, Dkk. 2012. Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berdasarkan
Kearifan Lokal. Diambil dari http://eprints.uny.ac.id/25318/1/Laporan%20Penelitian%20Baduy-2012.pdf.
( 09/07/2017 ).
Littlejohn, Stephe W. dan Karen A.
Foss.2014. Teori
Komunikasi.Edisi ke 9. Jakarta:
Salemba Humanika. Halaman 363.
[1] Hidayah, Zulyani. 2015. Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pusat Obor
Indonesia. Halaman 44.
[2] Dikutip dari http://regional.kompas.com/read/2014/05/16/1546202/Ini.Keunikan.Sensus.Penduduk.Suku.Baduy.Dalam pada tanggal 07 Juli 2017 Jam 18.56.
[3]Hakim, Ade Lukman. Tanpa tahun. Suku Baduy.
Diunduh dari http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/40635193/Suku_Baduy_2.pdf
pada tanggal 08 Juli 2017
[4] Hidayah, Zulyani. 2015. Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia.
Jakarta: Yayasan Pusat Obor Indonesia. Halaman 45.
[5] Hidayah, Zulyani. 2015. Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pusat Obor
Indonesia. Halaman 46.
[6]
Littlejohn, Stephe W. dan Karen A. Foss.2014. Teori Komunikasi.Edisi ke 9. Jakarta: Salemba Humanika. Halaman 363
[7] Suparmin, Dkk. 2012. Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy
Berdasarkan Kearifan Lokal. Diambil dari http://eprints.uny.ac.id/25318/1/Laporan%20Penelitian%20Baduy-2012.pdf. ( 09/07/2017 ).
Slots | Casino Games - Jtm Hub
BalasHapusJoin 경기도 출장샵 JTM.com today to get 서산 출장샵 instant access to over 경주 출장마사지 5000 Slots games, including hundreds 전주 출장마사지 of other casino games at our online 군포 출장마사지 casino!